SEPENGGAL
MENAPAKI JEJAKMU
Novel Islami Pembangun
Jatidiri Sejati
Oleh :
Adi Rustandi
Ramadhan itulah namanya. Keluarga dan
orang-orang terdekat memanggilnya Rama. Banyak yang memandangnya sebagai remaja
yang memiliki prinsip hidup yang kuat. Hidupnya sederhana, sopan, santun, punya
pekerjaan terhormat, dan bisa dibanggakan. Selain ia menjadi pelajar SMA di
salah satu sekolah swasta di Bandung, ia juga tercatat sebagai staf pengajar
guru bimbel di tempat bimbingan belajar favorit di Kota Bandung. Bagaimana
tidak, ia sebagai seorang pelajar SMA, dengan sifat kemandiriannya,
kedewasaannya, dan mau bekerja keras, ia sudah memiliki penghasilan sendiri.
Bagi seorang remaja seusianya nyaris tidak ada yang kurang pada dirinya. Banyak
sekali yang memuji dan bangga atas prestasinya. Namun, hanya ia sendiri yang
tahu bahwa sejatinya ia sangat menderita.
Usia Rama masih sangat muda, baru tujuh belas
tahun. Ia baru merasakan jatuh cinta pada seorang wanita keturunan Batak, teman
sekolahnya, namun berbeda kelas. Agna Mariana nama lengkapnya. Ana, panggilan
akrabnya. Ia gadis remaja supel, mudah bergaul, pintar, tapi tidak berkerudung.
Namun, hubungannya hanya bertahan tiga bulan saja. Selain orang tuanya tidak
menyetujui hubungannya dengan Rama yang berketurunan suku sunda. Rama dan Ana
harus kosentrasi pada Ujian Nasional (UN)
yang akan segera dilaksanakan sebulan lagi, dan Ana harus melanjutkan
pendidikannya di luar negeri.
Waktu terus berlalu, akhirnya Allah swt.
menakdirkan jalan masing-masing. Ana harus melanjutkan beasiswa pendidikannya
ke Jepang. Sedangkan Rama, harus kembali bekerja. Karena, tes saringan masuk
ujian perguruan tinggi yang ia ikuti, baik dalam maupun luar negeri, gagal
semua. Dan kegagalan inilah yang membuatnya menjadi bersedih. Apalagi ketika ia
harus mengingat kejadian kelamnya, sewaktu ia akan merayakan syukuran bersama
Ibu dan Fitri, adiknya. Hingga tabrakan terjadi, dan Rama harus kehilangan
mereka untuk selamanya.
Kesedihan yang Rama rasakan membuat khawatir Bu
Muthi Hafidzah. Bu Muthi nama panggilan sekaligus wali kelasnya di sekolah. Dan
Bu Muthi pun mencoba mengenalkan dengan Bu Zahira. Panggilannya Bu Ira. Ia
adalah sahabat lamanya sewaktu kuliah. Dan katanya akan menjadi orang tua asuh
atau kakak angkatnya. Bu Ira seusia dengan Bu Muthi, tiga puluh lima tahun.
Baik, pendiam, tak banyak berkata, dan belum menikah. Semangat kerjanya tak
pernah mengenal lelah. Kehadiran Bu Ira dalam kehidupan Rama menjadi warna
tersendiri.
Selepas lulus sekolah, Bu Muthi yang menjadi
motivatornya. Hingga pada akhirnya, satu tahun kemudian, Rama bisa melanjutkan
kuliah. Di tengah kesibukan menjadi mahasiswa sekaligus menjadi staf pengajar
bimbel, membuatnya putus komunikasi dengan orang-orang tercinta. Hampir selama
dua sampai tiga tahun, Rama tidak menjalani komunikasi dengan Bu Muthi dan Bu Ira.
Hingga suatu hari, Rama diperkenalkan dengan
dua orang tunanetra teman kampusnya. Julius dan Suwarham. Dari sinilah, Allah
swt. membuka jalan kembali antara Bu Muthi dengan Rama untuk bersilaturahmi. Ia
kembali dipertemukan saat beristirahat di masjid. Ia menyaksikan Bu Muthi
sedang membimbing beberapa anak perempuan tunanetra yang masih kecil
jalan-jalan. Dibalik rasa penasarannya, Rama pun mencoba mencari informasi
tentang keterlibatannya sebagai reader di
Wyataguna.
Namun,
apa yang didapatkan? Ternyata Bu Muthi akan menikah dengan seorang kontraktor,
Angga Kusuma nama calon suaminya. Kabar inilah yang membuat Rama sedikit
kecewa. Tapi, kekecewaannya itu lama kelamaan sirna saat dirinya mengenal
malaikat-malaikat kecil (Mia, Heni, dan Tari), dan mereka adalah anak kecil
tunanetra yang selalu dekat dengan Bu Muthi. Banyak cerita tentang dirinya dari
malaikat kecil itu, sewaktu Bu Muthi sering menjadi reader mereka.
Di Wyataguna, Rama banyak belajar tentang
arti kehidupan. Banyak waktu yang ia habiskan bersama di asrama. Meski hanya
untuk membacakan cerita anak, membacakan latihan soal untuk ulangan, dan bahkan
menjadi teman curhat pun ia lakukan. Di sana, Rama bisa belajar huruf braile, belajar membaca alquran braile, dan yang utama belajar mengenal Allah swt. dari
kelebihan mereka. Ada kepuasan batin yang tidak ia dapatkan di tempat lain.
Dari hari ke hari, Rama terlihat semakin
matang dan dewasa. Santun dalam berkata, dan bijak dalam bersikap. Dan tak
heran, Rama pun menjadi buah bibir. Bahkan sesekali, reader senior putra atau putri sering menjadi perantara “penitipan salam”
untuknya. Namun, itu semua tak menjadikannya besar kepala.
Sekarang, Rama berusia dua puluh satu tahun.
Ia tumbuh menjadi pribadi dewasa, yang memiliki jiwa sosial tinggi. Dari
kepribadiannya yang baik, banyak teman perempuan di kampusnya, jatuh cinta
kepadanya. Bahkan, teman perempuan reader
pun ada yang berani menyampaikan perasaanya, meski hanya lewat sms. Namun, Rama tetap istiqomah pada
pendiriannya. Ia ingin menikah dengan wanita yang shalehah, baik agamanya, baik
imannya, dan bisa menjadi teladan untuk anak-anaknya kelak.
Beberapa bulan kemudian, terdengar kabar
kalau Bu Muthi tidak jadi menikah. Bahkan yang membuat Rama dan malaikat
kecilnya bersedih adalah Bu Muthi sakit parah setelah pernikahannya batal digelar.
Sampai akhirnya, Rama membawa Mia, Heni, dan Tari ke rumahnya. Dan benar saja,
merekalah obat yang paling mujarab. Ia kembali tersenyum. Dari sinilah hubungan
Rama dengan Bu Muthi terjalin sangat erat dan tidak dapat dipisahkan.
Hari demi hari, kersamaannya dengan Bu Muthi
menimbulkan perasaan yang mendalam di hati Rama. Ya, Rama jatuh cinta pada
sosok wanita yang usianya jauh lebih tua dengannya, lebih kurang 15 tahun. Banyak hari-harinya yang ia lewatkan untuk
beristikharah kepada Allah swt. tentang perasaannya yang tak wajar itu.
Dibalik kekhusyuannya beristikharah, Allah
swt. menguji Rama dengan menghadirkan Bu Ira. Bu Ira teman Bu Muthi itu, juga
sama menyimpan perasaan kepada Rama. Bu Ira sangat tertarik dengan sifat dan
kepribadian Rama. Muda, cerdas, dan tanggung jawab. Hingga pada suatu hari,
Allah swt. mengirimkan sinyal jawaban istikharah kepadanya. Dan ia pun
berencana untuk mengumpulkan keduanya, Bu Muthi dan Bu Ira dalam satu waktu.
Setelah waktu yang disepakati tiba, ternyata
Bu Ira tidak bisa hadir tepat waktu, karena ia terjebak hujan dan macet. Maka, Rama
pun dengan perasaan takut dan gugup berusaha mengungkapkan perasaannya itu
kepada Bu Muthi. Ternyata, saat Rama mengungkapkan isi hatinya kepada Bu Muthi,
Bu Ira sudah berdiri di depan pintu dan mendengar semuanya. Hingga ia harus
kecewa dan bahkan hampir kehilangan nyawanya, karena tertabrak oleh mobil truk
yang melintas saat hujan sangat deras.
Rama merasa bersalah, begitu pun dengan Bu Muthi.
Meski pun belum memberikan jawaban pasti kepada Rama, Bu Muthi merasa bahwa ini
akan merusak hubungan persahabatannya yang sudah dibangun sejak lama.
Lagi-lagi Allah swt. menunjukkan kuasanya,
disaat Bu Ira koma, datanglah Mas Imam,
teman kerjanya Bu Ira. Ia datang dengan membawa cinta. Dalam dia ia selalu
menyimpannya untuk menunggu waktu yang tepat. Dengan izin Allah swt. Rama
menjadi fasilitatornya, dan ia pun mengungkapkan semua perasaannya kepada Bu Ira.
Sampai akhirnya, Bu Ira menerima Mas Imam untuk menjadi calon suaminya.
Sedangkan Rama masih saja digantungkan statusnya
oleh Bu Muthi. Rama tahu, rasa trauma membuat Bu Muthi semakin selektif.
Terlepas semua itu, Bu Muthi masih sangat merasa canggung dengan hubungannya.
Belum lagi ia harus menyakinkan keuarga dan teman dekatnya, termasuk teman
mengajar dan teman Rama. Namun, waktu mengubahnya. Kesungguhan Rama untuk
menjadikan Bu Muthi sebagai pasangan hidupnya, berbuah manis. Meski pada awalnya,
kehadiran Rama masih sangat diragukan dan dipandang sebelah mata di keluarga Bu
Muthi. Namun, Allah swt. kembali menunjukkan kuasa-Nya. Rama diterima oleh Pak
Sigit dan Bu Rahma (kedua orang tua Bu Muthi dan keluarga).
Namun, ketika rasa bahagia itu baru saja
dirasakan, kembali Allah swt. menguji kesungguhan Rama dan Bu Muthi. Tiba-tiba,
Angga, calon Bu Muthi, yang dulu pernah melamar. Namun, menjelang pernikahan
dengan sepihak memutuskan untuk menunda pernikahan, dengan alasan ia dipecat
dari kantornya) datang saat Rama baru saja di terima menjadi bagian dari
keluarga Bu Muthi.
Angga datang dengan niat ingin kembali
merajut kasih yang sempat tertunda. Namun, dengan mentah-mentah, Bu Muthi
menolaknya. Angga sadar, kalau saat itu sudah ada Ramadhan yang akan
menggantikan posisi sebagai calon suami Bu Muthi. Angga tidak terima dengan
semua itu. Sampai akhirnya, ia mencoba melukai Rama. Tangannya mencekik sambil
memukul dan menendang. Bahkan lebih dari itu, Rama akan ditabraknya saat ia
akan pergi ke kampus. Namun, atas izin Allah swt. Rama selamat dari kecelakaan
tersebut. Meski tubuhnya terbentur dam masuk got. Namun, Angga harus membayar
mahal semua itu dengan nyawanya.
Kejadian demi kejadian membuat Rama dan Bu Muthi
semakin dewasa. Rama dan Bu Muthi akhirnya menikah dengan segudang pertanyaan
dan pernyataan dari sahabat terdekat yang menguatkan keimanan dan keislaman.
“Tidak bolehkah aku mengikuti sunnah
Rasulullah saw. dengan menikahi seorang wanita yang kucintai dan kusayangi,
yang usianya lebih sedikit dengan usiaku? Bukankah Rasulullah saw. pun begitu?
Aku mencintainya bukan karena kekayaan. Aku menyayanginya bukan karena
kecantikan. Tapi, aku mencintai dan menyayanginya karena aku tahu akan
agamanya. Dia kaya akan hatinya. Dia cantik karena hatinya. Maka, izinkanlah
aku menikahinya karena Allah swt. Aku menyayanginya dari hati, bukan emosi.”